[OPINI] Hari Gizi Nasional, Menilik Implementasi Program Makan Bergizi Gratis

 Penulis: Alif Alqausar

Ilustrasi: dokumen pribadi 

Peringatan hari gizi nasional pada 25 Januari 2025 membuka diskusi dan kritik tentang program makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo-Gibran.  Program MBG telah menuai skeptisisme sejak Prabowo menyatakannya sebagai prioritas utama dalam kampanye.

Setelah 100 hari menjabat, meski penuh keterbatasan, Presiden Prabowo Subianto telah memenuhi salah satu janji kampanye utamanya itu. Program MBG telah dimulai pada 6 Januari 2025 dan menjangkau 650.000 penerima manfaat yang tersebar di 31 provinsi. Pengelolaan MBG ini dipercayakan kepada Badan Gizi Nasional (BGN).

Memang masih terlalu dini untuk menilai kinerja pemerintah terkait program ini. Akan tetapi, publik berhak membuka diskursus untuk mengawasi agar niat baik program ini untuk mengurangi angka stunting dan kekurangan gizi pada anak-anak di negara ini sesuai seperti yang diharapkan.

Untuk menerapkan program ambisius ini, tim sukses Prabowo-Gibran sudahberkali-kali menyambangi sejumlah negara lain sebagai “kiblat”, demi mengeksekusi kebijakan makan siang gratis, program unggulannya semasa kampanye. Beberapa contoh yang dijadikan rujukan adalah Jepang yang merintis program serupa sejak 1899 dan efektif menerapkannya sejak 1970. Ada pula China yang mulai menerapkan program makan siang gratis pada 2011.

Menurut Badan Gizi Nasional, secara umum tujuan MBG adalah meningkatkan asupan gizi dan pengetahuan gizi pada kelompok sasaran penerima program. MBG menyasar 19,47 juta penerima, yang terdiri dari anak sekolah, anak balita, ibu menyusui, dan ibu hamil. Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) tahun ini menyiapkan anggaran Rp 71 triliun untuk MBG. Sementara harga per porsi MBG ditetapkan BGN sebesar Rp 10.000. 

Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 71 triliun untuk program tersebut, yang hanya cukup sampai Juni, dan masih membutuhkan Rp 140 triliun lagi untuk memberi makan semua anak sasaran hingga Desember. 

Secara khusus, dengan program MBG ini pemerintah menargetkan empat hal. Pertama, peningkatan akses makanan bergizi, pengetahuan gizi, dan pola makan sehat. Kedua, peningkatan prestasi, partisipasi kehadiran siswa, dan pengurangan anak putus sekolah. Ketiga, pemanfaatan bahan pangan lokal dan peningkatan kesejahteraan petani dan pelaku UMKM. Keempat adalah mengurangi kemiskinan.

Keamanan pangan

Keamanan pangan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan, mengingat besarnya program tersebut. Satu kasus keracunan makanan dapat merusak seluruh agenda. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus proaktif dalam memastikan keamanan makanan tersebut. 

Pemeriksaan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan hingga distribusi makanan, sangat penting. Selama beberapa tahun terakhir, negara ini telah menyaksikan kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak sekolah.

Tanpa perencanaan dan pengelolaan yang tepat, niat mulia program makanan, tidak mencapai melemahkan tujuan mulianyauntuk meningkatkan asupan gizi generasi penerus bangsa. Berkaca dari china, melalui program serupa yang dinamai Nutrition Improvement Program (NIP). Setelah satu dekade, program NIP berhasil memperbaiki asupan gizi anak sekolah. Namun, sebagai konsekuensinya, pemerintah China kelimpungan dengan tingginya beban anggaran yang mesti ditanggung serta kasus korupsi yang bermunculan. 

Mengutip artikel “China’s 10-Year Campaign to Nourish Rural School Kids” di Caixin Global, 12 Juli 2021, program makan siang gratis di China bukannya tanpa tantangan. Pertama, kebutuhan beban anggaran terus membengkak. Selama periode 2011-2021, pemerintah China telah menghabiskan 147,2 miliar yuan (setara Rp 323,3 triliun) untuk menyediakan makan siang gratis di 1.762 kabupaten, 29 provinsi, dan 40 juta siswa di pedesaan.

Inflasi pangan membuat harga makanan pokok naik signifikan selama 2011-2021 hingga pemerintah kelimpungan. Karena keterbatasan ruang fiskal, alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah tetap sama, yakni 4 yuan (setara Rp 6.580) per orang per porsi. Hal itu membuat sejumlah menu seperti daging dikurangi dari porsi sehingga mengurangi asupan gizi anak.

Tidak hanya itu, sekolah juga harus menanggung beban biaya yang tinggi untuk menjaga dapur kantin tetap hidup. Pemerintah daerah sempat merogoh kas untuk membayar tagihan listrik, air, dan gaji pekerja kantin sekolah, Namun, karena lama-lama tidak sanggup, subsidi itu hanya bertahan selama empat tahun pertama.

Kedua, proyek makan siang gratis justru membuka celah korupsi. Pada tahun 2012, lima petinggi sekolah di Fenghuang, Provinsi Hunan, dipecat setelah ketahuan mencuri dari anggaran makan siang gratis. Anak-anak yang semestinya mendapat paket lengkap sayur, daging, susu, dan nasi, hanya diberi sekotak susu 200 ml dan roti 20 gram.

Belajar dari pengalaman china, tanpa perencanaan dan pengelolaan yang tepat, program ini akan berisiko menjadi bumerang yang menciptakan ladang baru untuk korupsi. Untuk itu, komitmen pemerintah untuk mengawal program MBG ini sangat diperlukan. Pemerintah yang bertanggung jawab atas program ini harus membuktikan bahwa ini lebih dari sekadar janji kampanye belaka. Pemeriksaan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, dari pengadaan bahan hingga pendistribusian makanan, sangat penting.


*) Penulis adalah mahasiswa komunikasi penyiaran Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh

0 Komentar

(OPINI) Idul Fitri, Momen Merajut Kembali Persaudaraan

  Oleh Alif Alqausar Idul Fitri, yang dikenal juga sebagai Lebaran, bukan sekadar perayaan keagamaan bagi umat Islam di Indonesia, melainkan sebuah fenomena sosial-budaya yang kaya akan makna. Tahun ini, perayaan tersebut jatuh pada tanggal 31 Maret, menandai berakhirnya bulan Ramadan setelah 30 hari berpuasa. Namun, lebih dari sekadar ritual ibadah, Idul Fitri menjadi cerminan nilai-nilai luhur yang mengakar dalam masyarakat Indonesia: persaudaraan, rekonsiliasi, dan kebersamaan. Lebaran berasal dari kata dalam bahasa Jawa " lebar ", yang berarti "akhir" atau "penyelesaian". Lebaran tidak hanya merujuk pada akhir bulan puasa, tetapi juga berarti penutupan untuk memulai babak baru melalui rekonsiliasi dan penguatan persahabatan.  Itulah sebabnya Idul Fitri yang berarti kembali kepada kesucian, ditandai oleh orang-orang dari segala usia yang saling bermaaf-maafan dalam upaya memperoleh kebahagiaan jasmani dan rohani, khususnya di Indonesia Bagi banyak orang...