(OPINI) Idul Fitri, Momen Merajut Kembali Persaudaraan

 

Oleh Alif Alqausar

Idul Fitri, yang dikenal juga sebagai Lebaran, bukan sekadar perayaan keagamaan bagi umat Islam di Indonesia, melainkan sebuah fenomena sosial-budaya yang kaya akan makna. Tahun ini, perayaan tersebut jatuh pada tanggal 31 Maret, menandai berakhirnya bulan Ramadan setelah 30 hari berpuasa. Namun, lebih dari sekadar ritual ibadah, Idul Fitri menjadi cerminan nilai-nilai luhur yang mengakar dalam masyarakat Indonesia: persaudaraan, rekonsiliasi, dan kebersamaan.

Lebaran berasal dari kata dalam bahasa Jawa " lebar ", yang berarti "akhir" atau "penyelesaian". Lebaran tidak hanya merujuk pada akhir bulan puasa, tetapi juga berarti penutupan untuk memulai babak baru melalui rekonsiliasi dan penguatan persahabatan. 

Itulah sebabnya Idul Fitri yang berarti kembali kepada kesucian, ditandai oleh orang-orang dari segala usia yang saling bermaaf-maafan dalam upaya memperoleh kebahagiaan jasmani dan rohani, khususnya di Indonesia

Bagi banyak orang Indonesia, Idul Fitri adalah momen yang dinanti-nantikan. Setelah sebulan menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu, umat Islam menyambut hari kemenangan dengan sukacita. Tradisi halalbihalal, saling berkunjung, dan bermaaf-maafan menjadi inti dari perayaan ini. 

Indonesia memiliki beberapa tradisi unik yang berkaitan dengan Idul Fitri. Misalnya, zakat fitrah (sumbangan amal), yang biasanya diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin, atau orang tua kepada anak-anak. Orang Indonesia juga bertukar amplop yang berisi uang atau hadiah lainnya.

Kontekstualisasi Idul Fitri di Indonesia mencerminkan kekayaan warisan budaya, sosial, dan agama negara ini. Hari raya ini merupakan pengalaman unik dan bermakna yang memperkuat ikatan sosial, mendorong pertumbuhan rohani, dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghormati.

Idul Fitri tidak hanya tentang kegembiraan pribadi, tetapi juga tentang rekonsiliasi. Dalam konteks sosial, perayaan ini menjadi momentum untuk memulihkan hubungan yang retak. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi." Pesan ini relevan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, di mana konflik sosial kerap muncul akibat perbedaan pandangan. Idul Fitri mengajarkan bahwa memaafkan dan memperbaiki hubungan adalah langkah awal menuju keharmonisan.

Di tingkat spiritual, Idul Fitri menandai kelahiran kembali sebagai pribadi yang lebih suci. Puasa Ramadan melatih pengendalian diri dan kesederhanaan, sementara Idul Fitri menjadi puncak dari proses penyucian tersebut. Zakat fitrah, sebagai salah satu tradisi unik di Indonesia, tidak hanya membersihkan harta tetapi juga memperkuat solidaritas sosial dengan membantu mereka yang kurang mampu.

Idul Fitri di Indonesia adalah contoh nyata bagaimana agama dan budaya berinteraksi secara dinamis. Tradisi seperti halalbihalal, mudik, dan zakat fitrah menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam diadaptasi ke dalam konteks lokal tanpa kehilangan esensi spiritualnya. Hal ini sejalan dengan teori "interaksi simbolik", dimana Ucapan "Mohon maaf lahir dan batin" bukan sekadar formalitas, tetapi simbol kerendahan hati dan komitmen untuk memperbaiki hubungan. Masyarakat Indonesia memaknainya sebagai pengakuan kesalahan dan upaya rekonsiliasi, sehingga mengubah hubungan sosial yang retak menjadi harmonis.

Selain itu, Idul Fitri juga mencerminkan fungsi agama sebagai social glue (perekat sosial). Dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia, perayaan ini menjadi sarana untuk memperkuat kohesi sosial, bukan hanya antarumat Islam, tetapi juga dengan pemeluk agama lain. Ucapan "Mohon maaf lahir dan batin" yang diucapkan secara universal menunjukkan semangat inklusivitas yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

Pada akhirnya, Idul Fitri adalah perayaan yang melampaui batas agama dan budaya. Ia adalah momentum untuk introspeksi, rekonsiliasi, dan pembaruan—baik secara individu maupun kolektif. Seperti yang tercermin dalam tradisi Indonesia, nilai-nilai Idul Fitri tidak hanya menguatkan iman, tetapi juga membangun peradaban yang lebih manusiawi dan harmonis. 

Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin!


Penulis adalah Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh


0 Komentar